Kumpulan Makalah dan Artikel Islam

Saturday, February 17, 2018

Makalah Pengertian, Tujuan dan Fungsi Administrasi Pendidikan


Butuh Makalah ini? Download disini


BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Masalah
Administrasi adalah kegiatan yang menduduki kedudukan sentral di dalam pembinaan dan pengembangan pada setiap kegiatan kerjasama sekelompok manusia, dalam bidang pendidikan juga harus ada administrasi yang mampu mengembangkan dan mencapai tujuan pendidikan. Karena pada lingkungan setiap lembaga pendidikan formal terdapat sejumlah manusia, baik yang berkedudukan sebagai pimpinan maupun sebagai tenaga pelaksana. Mereka tidak cukup dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan mengenai bidang pendidikan saja, akan tetapi harus dibekali pula dengan kemampuan bekerjasama dan kemampuan mengarahkan kerjasama itu guna mencapai tujuan lembaga pendidikan masing-masing.
Oleh karena itu, setiap petugas pendidikan perlu dibekali ilmu yang berkaitan dengan administrasi terutama para guru yang tidak cukup dengan bekal professional saja. Mereka harus mempunyai berbagai bekal pengetahuan, keterampilan dan keahlian dalam berbagai bidang.

B.       Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian administrasi pendidikan?
2.    Bagaimana karakteristik administrasi pendidikan?
3.    Apa tujuan administrasi pendidikan?
4.    Apa fungsi administrasi pendidikan?

C.       Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui pengertian administrasi pendidikan.
2.    Untuk mengetahui karakteristik administrasi pendidikan.
3.    Untuk mengetahui tujuan administrasi pendidikan.
4.    Untuk mengetahui fungsi administrasi pendidikan.

Butuh Makalah ini? Download disini

BAB II
PEMBAHASAN

A.       Pengertian Administrasi Pendidikan
Administrasi pendidikan terdiri dari dua kata “administrasi” dan “pendidikan”. Kata administrasi menurut William Moris yang penulis kutib dari buku administrasi pendidikan karangan Prof. Dr. H. Asnawir berasal dari bahasa latin yang terdiri dari “ad” dan “ministrare”, kata “ad” artinya sama dengan kata “to” dalam bahasa Inggris yang berarti ke atau kepada, sedangkan kata “ministrare” yang dalam bahasa Inggris adalah “serve” yang berarti melayani, membantu atau mengarahkan.[1] Dengan demikian dapat dipahami bahwa administrasi adalah kegiatan yang memberikan pelayanan, bantuan dan pengarahan kepada sesuatu untuk mencapai suatu tujuan.
Untuk memahami pengertian administrasi secara lengkap, berikut ini adalah pendapat para ahli yang mengemukakan pengertian administrasi.
1.    Menurut Sondang P. Siagian mengatakan administrasi adalah keseluruhan proses pelaksanaan daripada keputusan yang telah diambil dan pelaksanaan itu pada umumnya dilakukan oleh dua orang manusia atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.[2]
2.    Liang Gie mengatakan bahwa administrasi adalah segenap rangkaian kegiatan penataan terhadap pekerjaan pokok yang dilaksanakan oleh sekelompok orang dalam bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.[3]
3.    Soehari Trisna, dalam seggi-segi Administrasi Sekolah mengatakan administrasi adalah keseliruhan proses penyelenggaraan dalam usaha kerja sama dua orang atau lebih dengan secara rasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya secara efesien.[4]
4.    Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, dalam Pedoman Pelaksanaan Kurikulum, buku III D. Dikatakan bahwa administrasi adalah usaha bersama untuk mendayagunakan semua sumber (personel maupun material) secara efektif dan efesien guna untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan.[5]
Dari bebarapa pengertian yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat dipahami bahwa administrasi adalah semua kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.
Kegiatan administrasi itu dilaksanakan dalam setiap kelompok kerjasama sejumlah manusia dalam berbagai bidang kehidupan termasuk di dalamnya bidang pendidikan, oleh karena itu, administrasi pendidikan adalah merupakan aplikasi ilmu administrasi dalam kegiatan pembinaan, pengembangan dan pengendalian usaha-usaha pendidikan yang diselenggarakan dalam bentuk kerjasama sejumlah orang dengan menggunakan segala sarana dan prasarana yang tersedia baik moral maupun material dan spiritual agar tercapainya tujuan pendidikan secara efektif dan efesien.[6]
Kegiatan administrasi juga merupakan usaha pengendalian rangkaian kegiatan kependidikan yang terarah pada pencapaian tujuan pendidikan yang hendak dicapai oleh kelompok kerjasama yang menyelenggarakan usaha kependidikan.[7] Dengan demikian administrasi pendidikan bukanlah kegiatan kependidikan, akan tetapi adalah kegiatan pengendalian rangkaian kegiatan kependidikan agar berlangsung secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Untuk memahami lebih lanjut mengenai administrasi pendidikan, berikut ini adalah pengertian yang diberikan oleh para ahli.
1.    Menurut M. Ngalim Parwanto, administrasi pendidikan adalah segenap proses pengarahan dan pengintegrasian segala sesuatu baik personel, spiritual dan material yang bersangkut-paut dengan pencapaian tujuan pendidikan.[8]
2.    Dapertemen pendidikan dan kebudayaan RI dikatakan bahwa administrasi pendidikan adalah suatu proses keseluruhan, kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoornasian, pengawasan, pembiayaan, dan pelaporan dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang tersedia, baik personel, material, maupun spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efesien.[9]
3.    Hadari Nawawi menjelaskan bahwa administrasi pendidikan adalah rangkaian kegiatan atau seluruh proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu, terutama berupa lembaga pendidikan.[10]
4.    Engkoswa mengatakan bahwa administrasi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari penataan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan.[11]
Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat dipahami bahwa administrasi pendidikan adalah tindakan mengkoornisasikan perilaku manusia dalam pendidikan, agar sumber daya yang ada dapat ditata sebaik mungkin, sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara produktif.

B.       Karakteristik Administrasi Pendidikan
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat kita pahami karakteristik administrasi pendidikan adalah sebagai berikut:
1.    Administrasi pendidikan meliputi semua kegiatan yang berkenaan dengan tujuan memperbaiki proses pendidikan.
2.    Administrasi pendidikan merupakan usaha kolektif dan kerjasama sekelompok orang di dalam lembaga pendidikan berdasarkan ketentuan-ketentuan dan batasan-batasan kemampuan tertentu.
3.    Administrasi pendidikan merupakan proses kemanusiaan yang bertujuan agar terpenuhi keinginan dan kebutuhan manusia dalam rangka memperbaiki kehidupan manusia melalui perubahan manusia yang bersangkutan.
4.    Administrasi pendidikan adalah proses sosial dengan arti kata bahwa administrasi pendidikan tersebut harus memberikan manfaat bagi masyarakat.
5.    Admnistrasi pendidikan adalah proses pendidikan yang berusaha untuk mengembangkan pekerja-pekerja dan orang-orang yang berkaitan dengan organisasi.
6.    Administrasi pendidikan juga merupakan usaha-usaha yang teratur, dan usaha-usaha yang tepat dalam melaksanakan koordinasi pada suatu organisasi.
7.    Administrasi pendidikan merupakan kerja kepemimpinan yang bijaksana, dan dapat menciptakan iklim yang kondusif, meliputi material, psikologis, spiritual dan sosial.
8.    Administrasi pendidikan adalah proses pendidikan yang bertujuan atau jalan untuk mencapai tujuan.[12]

C.       Tujuan Administrasi Pendidikan
Tujuan administrasi pendidikan adalah untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas penyelenggaraan kegiatan operasional pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan. Adapaun yang menjadi tujuan utama pendidikan adalah untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik agar menjadi warga Negara yang memiliki kualitas, sesuai dengan cita-cita bangsa berdasarkan pancasila.[13]
Menurut Sergiovani dan Carver ada empat tujuan administrasi, yaitu: efektivitas produksi, efesiensi, kemampuan menyesuaikan diri, dan kepuasan kerja.[14]
Sasaran administrasi pendidikan adalah manusia, maka pelaksanaannya tidak boleh tidak dapat disetarafkan dengan “ordenil mesin”. Sifat administrasinyapun tidak bias bersifat mekanistis. Pelaksanaan administrasi pendidikan harus bersendikan pada prinsip-prinsip yang sifatnya kooperatif dan demokratis. Kegiatan administrasi pendidikan hendaknya didasarkan pada: 1) Tujuan pendidikan dan perkembangan anak didik, 2) Adanya koordinasi dalam semua usaha, 3) Penggunaan waktu, tenaga dan alat secara efektif dan efesien, 4) Partisipasi yang luas dalam menentukan policy dan program, 5) Memindahkan kekuasaan yang sesuai dengan tanggung jawab, dan 6) Menghindarkan overlapping fungsi.[15]
Tujuan administrasi pendidikan dapat dikelompokkan kepada tujuan jangka pendek, tujuan jangka menengah, dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek dari administrasi pendidikan adalah agar tersusun dan terlaksana suatu system pengelolaan komponen instrumental dari proses pendidikan yang meliputi komponen siswa, pegawai guru, sarana/prasarana, organisasi, pembiayaan, tata usaha dan hubungan sekolah dengan masyarakat, agar terlaksananya proses pendidikan di sekolah secara efektif yang menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah yang bersangkutan.[16]
Tujuan jangka menengah administrasi pendidikan mengarah kepada pencapaian tujuan institusional setiap jenis dan jenjang serta program pendidikan. Sedangkan tujuan jangka panjang administrasi pendidikan adalah tujuan yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.[17]
Disamping itu secara operasional administrasi pendidikan bertujuan:
1.    Memudahkan pekerjaan administrasi dalam bidang pendidikan, memudahkan proses pelaksanaannya, memanfaatkan potensi manusia dan material yang diharapkan akan dapat menghasilkan keputusan-keputusan administrasi dalam bidang pendidikan yang sifatnya realistis, kolektif, dan sehat untuk mencapai penyelesaian masalah administrasi dalam bidang pendidikan yang dihadapi.
2.    Menciptakan iklim ruhaniah, psikologis dan sosial dengan memperhatikan dan memupuk kejujuran, amanah, keikhlasan dalam bekerja.
3.    Meningkatkan moral dan semangat kesetiakawanan di antara individu yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan administrasi pada lembaga pendidikan.
4.    Meningkatkan produktivitas kerja para pekerja, serta memperbaiki kualitas, metode dan media dalam kaitannya untuk mencapai tujuan pendidikan.
5.    Meningkatkan kemampuan pekerja dan mempertinggi pengetahuan, keterampilan dan sikap secara terus menerus dalam melakukan pekerjaan yang diemban.
6.    Mengadakan perubahan yang diinginkan dalm proses pendidikan dengan seluruh aspeknya dan mendorong peserta didik dalam mencapai pertumbuhan yang menyeluruh dan utuh, serta dapat melakukan penyesuaian dalam masyarakat yang selalu mengalami perubahan.
7.    Menghubungkan antara proses pendidikan dan tujuan-tujuan pembangunan dalam masyarakat, serta mempererat hubungan pendidikan dengan masyarakat/ lingkungan.[18]

D.      Fungsi Administrasi Pendidikan
Fungsi administrasi pendidikan meliputi:
1.    Planing atau perencanaan.
Perencanaan merupakan kegiatan awal yang harus dilakukan dan juga merupakan persiapan dalam kegiatan administrasi, dan dianggap syarat mutlak bagi setiap organisasi atau lembaga baik perorangan maupun kelompok.[19] Rancangan yang disusun dalam konteks pendidikan menurut Dr. Hadari Nawawi meliputi:
a.    Perumusan tujuan yang hendak dicapai
b.    Penentuan bidang/ fungsi unit sebagai bagian-bagian yang akan melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan
c.    Menetapkan jangka waktu yang diperlukan
d.    Menetapkan metode atau cara mencapai tujuan
e.    Menetapkan alat yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan efesiensi pencapaian tujuan
f.      Merumuskan rencana evaluasi atau penilaian untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan
g.    Menetapkan jumlah dan sumber dana yang diperlukan.[20]
Dengan demikian rancangan kegiatan administrasi pendidikan yang harus dirumuskan mencakup 7 faktor:
a.    Faktor tujuan
b.    Faktor bidang/ bentuk kegiatan
c.    Faktor waktu
d.    Faktor metode
e.    Faktor alat
f.      Faktor penilaian
g.    Faktor dana[21]
2.    Organizing atau pengorganisasian.
Pengorganisasian adalah aktivitas penyusunan, pembentukan hubungan kerja antara orang-orang/ organ-organ sehingga terwujud suatu kesatuan usaha dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau penyusunan bagian-bagian yang terpisah sehingga terjadi suatu kesatuan dan tindakan untuk mencapai tujuan tersebut.[22]
Dalam langkah pengorganisasian ini, ada dua hal pokok yang menjadi perhatian:
a.    Penciptaan mekanisme atau tata kerja, seirama dengan pola struktur organisasi yang dibuat-ditetapkan.
b.    Penentuan dan pendistribusian kerja yaitu, penyebaran dan pembagian tugas/ pekerjaan sekaligus pelaksanaan-pelaksanaan serta kewenangan dan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh masing-masing anggota/ staf pengurus organisasi.[23]
c.    Fungsi Penggerakan atau Actuation. Aktuasi artinya menggerakkan orang-orang dalam organisasi agar mau bekerja dengan penuh kesadaran secara bersama-sama mencapai tujuan yang diharapkan.[24]
3.      Controlling atau Pengawasan.
Pengawasan merupakan  kegiatan-kegiatan dan tindakan-tindakan untuk mengamankan rencana dan keputusan yang telah dibuat atau yang sedang dilaksanakan.[25]
Dalam buku Ahmad Sabri dijelaskan dalam bagian supervisi, bahwa setiap pelaksanaan daripada program pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau supervisi.[26]
Selanjutnya ditambahkan fungsi administrasi pendidikan dalam buku Ahmad Sabri adalah pengarahan, koordinasi, dan evaluasi. Pengarahan maksudnya member bimbingan dan petunjuk yang diberikan sebelum kegiatan pelaksanaan dilakukan, untuk memelihara, menjaga dan mengajukan organisasi melalui orang-orang yang terlibat, baik secara structural maupun fungsional agar setiap kegiatan yang dilakukan nanti tidak terlepas dari usaha pencapaian tujuan pendidikan.[27]
Koordinasi adalah mengsingkronkan dan meluruskan semua kegiatan unit dapertemen/ satuan organisasi menuju tercapainya tujuan/ hasil akhir yang sama, koordinasi menyangkut semua orang, kelompok unit organisasi dan semua kegiatan dalam setiap organisasi dimana orang bekerjasama. Tanpa koordinasi terjadi pemborosan uang, tenaga dan waktu yang sangat banyak.[28]
Evaluasi adalah untuk mengetahui berhasil atau tidaknya suatu program. Jadi, evaluasi sebagai fungsi administrasi pendidikan, pendidikan adalah aktifitas-aktifitas untuk menentukan sampai dimana hasil dan tujuan-tujuan pendidikan itu telah tercapai.[29]


BAB III
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Dari uarian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa administrasi adalah semua kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Selanjutnya pengertian administrasi pendidikan adalah tindakan mengkoornisasikan perilaku manusia dalam pendidikan, agar sumber daya yang ada dapat ditata sebaik mungkin, sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara produktif atau dengan kalimat lain dapat disimpulkan bahwa administrasi pendidikan adalah kegiatan yang dilakukan di instansi pendidikan secara beersama-sama untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.
Secara umum tujuan administrasi pendidikan adalah untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas penyelenggaraan kegiatan operasional pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan. Adapaun yang menjadi tujuan utama pendidikan adalah untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik agar menjadi warga Negara yang memiliki kualitas, sesuai dengan cita-cita bangsa berdasarkan pancasila.
Selanjutnya fungsi administrasi pendidikan adalah dapat dikategorikan fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengerakan, pengawasan, pengarahan, dan fungsi evaluasi dalam bidang pendidikan.
Kemudian berkaitan dengan perkembangan teori administrasi dibagi menjadi dua macam, administrasi tradisional dan administrasi transisional.

B.       Saran
Setelah membaca uraian di atas, mungkin akan timbul pemikiran dalam benak pembaca bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami menyatakan bahwa apabila terdapat kekurangan dan kejanggalan dalam makalah ini, kami mohon saran agar dapat kami perbaiki.

DAFTAR PUSTAKA


Ahmad Sabri. 2000. Administrasi Pendidikan. Padang: IAIN IB Press.
Asnawir. 2005. Administrasi Pendidikan. Padang: IAIN IB Press.
Daryanto. 2005. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hadari Nawawi. 1997. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung.
Sondang P. Siagian. 1974. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung.



[1] Asnawir, Administrasi Pendidikan, (Padang: IAIN IB Press, 2005), hal.1
[2] Sondang P. Siagian, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1974), hal. 2
[3] Daryanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal. 7
[4] Ibid., hal. 7
[5] Ibid., hal. 8
[6] Asnawir, Op.Cit., hal. 3
[7] Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1997), hal. 8
[8] Daryanto, Op.Cit., hal. 8
[9] Ibid.
[10] Asnawir, Op.Cit., hal. 11
[11] Ibid., hal. 3
[12] Ibid., hal. 9
[13] Ibid., hal. 10
[14] Daryanto, Op.Cit., hal. 17
[15] Ahmad Sabri, Administrasi Pendidikan, (Padang: IAIN IB Press, 2000), hal. 8
[16] Asnawir, Op.Cit., hal. 10
[17] Ibid.
[18] Ibid., hal. 11-12
[19] Asnawir, Op.Cit., hal. 14
[20] Hadari Nawawi, Op.Cit., hal. 18
[21] Ahmad Sabri, Op.Cit., hal. 14
[22] Asnawir, Op.Cit., hal. 22
[23] Ahmad Sabri, Op.Cit., hal. 15
[24] Asnawir, Op.Cit., hal. 28
[25] Ibid. hal. 32
[26] Ahmad Sabri, Op.Cit., hal. 16
[27] Ibid. hal. 16
[28] Ibid., hal 17
[29] Ibid., hal 19-20


Butuh Makalah ini? Download disini

Thursday, February 15, 2018

Makalah Pembagian Najis dan Cara Mensucikannya


Butuh Makalah Ini? Download disini


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Dalam setiap menjalankan ibadah kita harus suci atau bersih, baik jasmani atau rohani karena itu sebagai syarat sahnya ibadah. untuk rohani, kita terlebih dahulu mengucap 2 kalimat syahadat. untuk jasmani, maka kita perlu bersih dari kotoran atau najis, baik badan maupun pakaian yang kita pakai. untuk membersihkan najis atau kotoran itu kita perlu bersuci (thaharah).
Allah berfirman:
y7t/$uÏOur öÎdgsÜsù ÇÍÈ
Artinya: “ Dan pakaianmu bersihkanlah” (QS al-Mudatsir: 4).
ÏmÏù ×A%y`Í šcq7Ïtä br& (#r㍣gsÜtGtƒ 4 ª!$#ur =Ïtä šúï̍Îdg©ÜßJø9$# ÇÊÉÑÈ
Artinya: “ ....di dalamnya (mesjid) terdapat orang-orang yang bertaubat dan membersihkan diri, sesungguhnya Allah suka kepada orang-orang yang selalu membersihkan diri dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (QS at-Taubah: 108).

Ibadah merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia terhadap Tuhannya dan dengan ibadah manusia akan mendapat ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat nanti. Bentuk dan jenis ibadah sangat bermacam – macam, seperti sholat puasa, naik haji, jihad, membaca al-qur’an, dan lainnya. setiap ibadah memiliki syarat – syarat untuk dapat melakukannya, dan ada pula yang tidak memiliki syarat mutlak untuk melakukannya. Diantara ibadah yang memiliki syarat – syarat diantaranya haji, yang memiliki syarat–syarat, yaitu mampu dalam biaya perjalannya, baligh, berakal, dan sebagainya. Contoh lain jika kita akan melakukan ibadah sholat maka syarat untuk melakukan ibadah tersebut ialah kita wajib terbebas dari segala najis maupun dari hadats, baik hadats besar kecil.
Kualitas pahala ibadah juga dipermasalahkan jika kebersihan dan kesucian diri seseorang dari najis belum sempurna. Maka ibadah tersebut tidak akan diterima. Ini berarti bahwa kebersihan dan kesucian dari najis merupakan keharusan bagi setiap manusia yang akan melakukan ibadah, terutama sholat, membaca Al-Qur’an, naik haji, dan lain sebaginya.

B.       Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian najis?
2.    Apa saja macam-macam najis?
3.    Apa saja benda-benda yang termasuk najis?
4.    Bagaimana cara bersuci dari najis?

C.      Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui pengertian najis.
2.    Untuk mengetahui macam-macam najis.
3.    Untuk mengetahui benda-benda yang termasuk najis.
4.    Untuk mengetahui cara bersuci dari najis.



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Najis
Najis adalah perkara yang secara otomatis dapat menghambat ibadah kita, karena sifat najis adalah mengkotori sesuatu dan tidak akan bersih ataupun suci sebelum di bersihkan. Untuk itu kita perlu berhati-hati dalam menghadapi perkara-perkara tentang najis. Sudah sucikah badan dan pakaian anda? Dizaman sekarang ini banyak orang yang tidak memperdulikan masalah najis dan penyuciannya , ini merupakan hal yang fatal dalam persoalan ibadah.
Najis adalah bentuk kotoran yang setiap muslim diwajibkan untuk membersihkan diri darinya atau mencuci bagian yang terkena olehnya. mengenai hal ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÎ/º§q­G9$# =Ïtäur šúï̍ÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ
Artinya: “ Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

Secara etimologis, “najis” berarti sesuatu yang mengotori. Sedangkan menurut syara’, “najis” adalah sesuatu yang kotor yang dapat menghalangi keabsahan shalat selama tidak ada sesuatu yang meringankan (rukhsah).[1]
Tak jauh berbeda dari pendapat di atas, Hasan Saleh menyebutkan bahwa pengertian najis ditinjau dari arti bahasa adalah perkara yang menjijikan. Sedangkan menurut arti secara syara’ adalah benda yang dianggap menjijikan yang menjegah keabsahan shalat seandainya terbawa didalamnya.[2]



Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda:
...... قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ
Artinya:    Rasulullah SAW bersabda, "Bersuci itu sebagian dari iman,.....” (HR. Muslim).[3]

B.       Macam-macam Najis
Najis terdiri dari beberapa macam, baik berbentuk cair maupun padat. Contoh najis yang bersifat cair adalah; khamr, air seni (urine), darah, dll. Sedangkan yang bersifat padat di antaranya; bangkai, tinja, dll.
1.    Najis Mughalazhah (Najis Berat)
Yaitu najis berat, contohnya anjing, babi, dan peranakan dari keduanya, berikut pula air seni, air liur, tinja, dll yang bersumber dari binatang-binatang tersebut. Apabila suatu benda terkena najis karena bersentuhan dengan anjing atau babi, yang salah satunya basah,[4] maka benda tersebut dihukumi najis Mughalazhah.
2.    Najis Muthawasithah (najis sedang)
Najis Muthawasithah adalah semua najis selain anjing dan babi atau peranakan dari keduanya. Najis Muthawasithah ini berupa najis ‘ainiyyah (najis yang dapat diketahui dengan menggunakan indera manusia). Maka menghilangkan zat najis tersebut adalah wajib. Hal itu dianggap belum sempurna sampai hilang rasa, warna atau bau najis tersebut.[5]
3.    Najis Mukhaffafah (Najis Ringan)
Yaitu najis ringan, contohnya yaitu air seni bayi laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan apa pun selain ASI. Najis mukhaffafah ini adalah najis yang mendapat toleransi dari syara’, sehingga tidak wajib dihilangkan dengan cara dicuci.[6]

C.      Benda-benda yang Najis
1.    Bangkai binatang darat yang berdarah selain dari mayat manusia
Adapun bangkai binatang laut seperti ikan dan bangkai binatang darat yang tidak berdarah ketika masih hidupnya seperti belalang serta mayat manusia, semuanya suci.
Firman Allah Swt:
ôMtBÌhãm ãNä3øn=tæ èptGøŠyJø9$#.....
Artinya:   “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai.” (QS. Al-Maidah: 3)

Adapun bangkai ikan dan binatang darat yang tidak berdarah, begitu juga mayat manusia, tidak masuk dalam arti bangkai yang umum dalam ayat tersebut karena ada keterangan lain. Bagian bangkai, seperti daging, kulit, tulang, urat, bulu, dan lemaknya semuanya itu najis menurut madzab syafi’i.
2.    Darah
Segala macam darah itu najis, selain hati dan limpa. Firman Allah Swt.
ôMtBÌhãm ãNä3øn=tæ èptGøŠyJø9$# ãP¤$!$#ur ãNøtm:ur ͍ƒÌYσø:$# !$tBur ¨@Ïdé& ÎŽötóÏ9 «!$# ¾ÏmÎ/
Artinya: “ Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah,” (QS. Al-Maidah: 3)
3.    Nanah
Segala macam nanah itu najis, baik yang kental maupun yang cair, karena nanah itu merupakan darah yang sudah busuk.
4.    Segala benda cair yang keluar dari dua pintu
Semua itu najis selain dari mani, baik yang biasa seperti tinja, air kencing ataupun yang tidak biasa, seperti mazi, baik dari hewan yang halal dimakan ataupun yang tidak halal dimakan.



5.    Khamr/Arak (setiap minuman keras yang memabukan)
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsƒø:$# çŽÅ£øŠyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ
Artinya:   “ Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90)

6.    Anjing dan Babi
Semua hewan suci, kecuali Anjing dan Babi.
Sabda Rasulullah Saw:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يُغْسَلَ سَبْعَ مِرَارٍ أُولَاهُنَّ بِتُرَابٍ
Artinya: Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Kesucian bejana salah seorang di antara kalian, kalau di dalamnya dijilat anjing, hendaknya dicuci tujuh kali, salah satu diantaranya dengan tanah. " (HR. Muslim & Abu Daud)

7.    Bagian badan binatang yang diambil dari tubuhnya selagi hidup.
Hukum bagian-bagian badan binatang yang diambil selagi hidup ialah seperti bangkainya. Maksudnya, kalau bangkainya najis, maka yang dipotong itu juga najis, seperti babi dan kambing. Kalau bangkainya suci, yang dipotong selagi hidupnya sewaktu hidupnya pun suci pula, seperti yang diambil dari ikan hidup. Dikecualikan bulu hewan yang halal dimakan, hukumnya suci.[7]
8.    Kotoran dan Kencing Hewan.
Menurut syari’at Islam, semua yang keluar dari hewan  adalah najis, baik itu kotoran maupun kencingnya.



9.    Hewan Jalalah (Liar)
Jalalah adalah hewan liar yang memakan kotoran, baik kotoran unta, sapi, kamping, ayam, angsa, dan lain-lainnya, sehingga hewan tersebut berubah baunya.
10.     Wadi
Wadi adalah cairan kental yang biasanya keluar setelah seseorang selesai dari buang air kecilnya (kencing). Wadi ini dihukumi najis dan harus disucikan seperti halnya kencing, tetapi tidak wajib mandi.
11.     Madzi
Madzi adalah cairan bening sedikit kental yang keluar dari saluran kencing ketika bercumbu atau nafsu syahwat mulai terangsang. Terkadang tidak merasakan akan proses keluarnya. Hal itu sama-sama dialami oleh laki-laki dan juga wanita, akan tetapi jumlahnya lebih banyak.
12.     Kencing dan Muntah Manusia
Menurut kesepakatan para ulama, keduanya adalah najis.
13.     Mani
Mengenai mani, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama, yang mana sebagian dari mereka menganggapnya najis. Yang jelas ia tetap suci.[8]

D.      Cara Bersuci dari Najis
1.    Najis Mughalazhah (Najis Berat)
Apabila suatu benda terkena najis mughalazhah (Najis Berat), maka benda itu hanya bisa disucikan dengan cara dicuci tujuh kali yang salah satu di antaranya menggunakan debu yang merata pada seluruh tempat yang terkena najis. Adalah wajib hukumnya untuk meratakan tempat atau pakaian yang terkena najis mughalazhah dengan air yang dicampur debu. Menurut pendapat yang azhar, penggunaan debu tidak bisa digantikan dengan bahan lain seperti abun atau asynan.[9] Hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يُغْسَلَ سَبْعَ مِرَارٍ أُولَاهُنَّ بِتُرَابٍ
Artinya: Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Kesucian bejana salah seorang di antara kalian, kalau di dalamnya dijilat anjing, hendaknya dicuci tujuh kali, salah satu diantaranya dengan tanah. " (HR. Muslim & Abu Daud)

2.    Najis Muthawasithah (najis sedang)
Jika najis muthawasithah ini berupa najis ‘ainiyyah (najis yang dapat diketahui dengan menggunakan indera manusia). Maka menghilangkan zat najis tersebut adalah wajib. Hal itu dianggap belum sempurna sampai hilang rasa, warna atau bau najis tersebut. Jika ternyata najis muthawasithah sulit dihilangkan, wajib digunakan bahan-bahan semacam sabun. Jika ternyata (setelah dicuci dengan sabun) warna atau bau najis tersebut masih ada dan benar-benar sulit dihilangkan, itu tidak mengapa. Jika najis muthawasithah tidak berwujud, seperti air seni yang sudah kering, dan sudah tidak ada rasa, warna dan baunya, maka cukuplah najis itu dihilangkan dengan mengalirkan air pada bagian yang terkena najis dengan satu kali siraman.[10]
Sabda Rasulullah SAW.:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةِ أَنَّ أَعْرَابِيًّا دَخَلَ الْمَسْجِدَ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ فَصَلَّى قَالَ ابْنُ عَبْدَةَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ ارْحَمْنِي وَمُحَمَّدًا وَلَا تَرْحَمْ مَعَنَا أَحَدًا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ تَحَجَّرْتَ وَاسِعًا ثُمَّ لَمْ يَلْبَثْ أَنْ بَالَ فِي نَاحِيَةِ الْمَسْجِدِ فَأَسْرَعَ النَّاسُ إِلَيْهِ فَنَهَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ إِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ صُبُّوا عَلَيْهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ قَالَ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ
Artinya:   Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya pernah ada seorang Arab badui masuk ke dalam masjid, sedangkan Rasulullah SAW duduk, lalu orang tersebut mengerjakan shalat, kata Ibnu Abdah, "Dua rakaat" kemudian berkata (orang itu), "Ya Allah! Berilah aku rahmat dan Muhammad, dan janganlah engkau beri rahmat seseorang yang bersama kami!" Maka Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya kamu telah mempersempit suatu perkara yang luas. " Kemudian orang itu tetap tinggal, sehingga kencing di sudut masjid. Maka orang-orang dengan segera membentaknya, lalu Nabi SAW melarang mereka dan bersabda, "Sesungguhnya kamu sekalian diutus untuk mempermudah, tidak diutus untuk mempersulit. " Tuangkanlah air satu timba ke atas kencing itu!" (HR. Bukhari, Muslim & Abu Daud)

3.    Najis Mukhaffafah (Najis Ringan)
Najis mukhaffafah ini adalah najis yang mendapat toleransi dari syara’, sehingga tidak wajib dihilangkan dengan cara dicuci. Meskipun terdapat banyak air, cara untuk mensucikan najis tersebut cukup dengan memercikkan air pada tempat yang terkena najis tersebut, dan tidak disyaratkan untuk mengalirkan air. Mayoritas ulama berpendapat bahwa air seni anak kecil adalah najis, oleh sebab itu syari’ (Allah dan Rasulullah) memberikan keringanan pada proses penyuciannya. Adapun air kencing bayi perempuan atau bayi khunsa (berkelamin ganda) hendaklah dicuci sebagaimana halnya air kencing perempuan dewasa, bagitu pula halnya dengan air seni bayi laki-laki yang sudah memakan makanan selain ASI.[11] Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.
عَن أُمِّ قَيْسٍ بِنْتِ مِحْصَنٍ أَنَّهَا أَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِابْنٍ لَهَا لَمْ يَبْلُغْ أَنْ يَأْكُلَ الطَّعَامَ قَالَ عُبَيْدُ اللَّهِ أَخْبَرَتْنِي أَنَّ ابْنَهَا ذَاكَ بَالَ فِي حَجْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَاءٍ فَنَضَحَهُ عَلَى ثَوْبِهِ وَلَمْ يَغْسِلْهُ غَسْلًا
Artinya:   Dari Ummu Qais binti Muhshan RA, bahwasanya dia pernah datang menghadap Rasulullah SAW dengan membawa bayi laki-lakinya yang belum makan makanan. Kata Ubaidullah, "Ummu Qais memberitahu saya bahwa bayi laki-lakinya kencing di pangkuan Rasulullah, kemudian Rasulullah meminta air dan memercikkannya pada bajunya tanpa membasuhnya." (HR. Muslim)



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Secara etimologis, “najis” berarti sesuatu yang mengotori. Sedangkan menurut syara’, “najis” adalah sesuatu yang kotor yang dapat menghalangi keabsahan shalat selama tidak ada sesuatu yang meringankan (rukhsah).
Najis terbagi tiga jenis, yaitu:
1.    Najis Mughalazhah (Najis Berat)
2.    Najis Muthawasithah (najis sedang)
3.    Najis Mukhaffafah (Najis Ringan)
Berikut ini beberapa benda yang termasuk najis, yaitu: bangkai, darah, nanah, segala benda cair yang keluar dari dua pintu, khamr/arak (setiap minuman keras yang memabukan), anjing dan babi, bagian badan binatang yang diambil dari tubuhnya selagi hidup, kotoran dan kencing hewan, hewan jalalah (liar), wadi, madzi, kencing dan muntah manusia dan mani.
Cara mensucikan najis yaitu:
1.    Najis Mughalazhah (Najis Berat)
Apabila suatu benda terkena najis mughalazhah (Najis Berat), maka benda itu hanya bisa disucikan dengan cara dicuci tujuh kali yang salah satu di antaranya menggunakan debu yang merata pada seluruh tempat yang terkena najis.
2.    Najis Muthawasithah (najis sedang)
Jika najis muthawasithah ini berupa najis ‘ainiyyah (najis yang dapat diketahui dengan menggunakan indera manusia). Maka menghilangkan zat najis tersebut adalah wajib. Hal itu dianggap belum sempurna sampai hilang rasa, warna atau bau najis tersebut. Jika ternyata najis muthawasithah sulit dihilangkan, wajib digunakan bahan-bahan semacam sabun. Jika ternyata (setelah dicuci dengan sabun) warna atau bau najis tersebut masih ada dan benar-benar sulit dihilangkan, itu tidak mengapa.
3.    Najis Mukhaffafah (Najis Ringan)
Najis mukhaffafah ini adalah najis yang mendapat toleransi dari syara’, sehingga tidak wajib dihilangkan dengan cara dicuci. Meskipun terdapat banyak air, cara untuk mensucikan najis tersebut cukup dengan memercikkan air pada tempat yang terkena najis tersebut, dan tidak disyaratkan untuk mengalirkan air.

B.       Saran
Sebagai penulis kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dalam pembuatannya. Untuk itu kami memohon maaf apabila ada kesalahan dan kami sangat mengharap saran yang membangun dari pembaca agar kemudian pembuatan makalah kami semakin lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA


H.E. Hasan Saleh. (2008). Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer. Jakarta:Rajawali Pers.
Sulaiman Rasjid. (2014). Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
‘Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad. (1998) Fiqih Wanita (Edisi Indonesia). Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Zuhaili, Wahbah. (2010). Fiqih Imam Syafi’i; Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits (Terjemahan). Jakarta: Almahira.



[1] Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i; Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits (Terjemahan), (Jakarta: Almahira, 2010), hlm. 99
[2] H.E. Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, (Jakarta:Rajawali Pers,2008), hlm. 21
[3] Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita (Edisi Indonesia), (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), hlm. 15.
[4] Wahbah Zuhaili, Op.Cit., hlm. 105
[5] Ibid., hlm. 107
[6] Ibid., hlm. 108
[7] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2014), hlm. 16-20.
[8] Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah,  Op.Cit., hlm. 16-22
[9] Ibid., hlm. 105-106
[10] Ibid., hlm. 107
[11] Ibid., hlm. 108


Butuh Makalah Ini? Download disini